Hock Siu Kong: Menjaga Harmoni dari Jantung Siak

SIAK– Di tengah kota bersejarah Siak Sri Indrapura, berdiri megah sebuah bangunan tua dengan arsitektur khas Tionghoa. Bangunan itu adalah Kelenteng Hock Siu Kong sebuah simbol akulturasi budaya yang menjadi saksi bisu keharmonisan lintas etnis dan agama sejak lebih dari seabad silam.

Sukri, pemandu wisata di Istana Siak Sri Indrapura, menceritakan kisah yang jarang diketahui banyak orang. Menurutnya, kelenteng tersebut merupakan warisan dari masa pemerintahan Sultan Syarif Kasim II, penguasa terakhir Kesultanan Siak. Kala itu, sang sultan mengundang masyarakat Tionghoa dari Tiongkok untuk bermukim di Siak dengan tujuan mengajarkan masyarakat setempat cara berdagang.

Sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi mereka, Sultan mengizinkan para pendatang mendirikan tempat ibadah sesuai kepercayaan mereka. Maka, pada tahun 1898, dibangunlah Kelenteng Hock Siu Kong yang hingga kini masih berdiri tegak di Jalan Sultan Syarif Kasim, Kampung Dalam, Siak.

“Lihat saja bagian bawah patung singa itu, tertulis angka 1898. Itu tahun kelenteng ini dibangun,” ujar Sukri sambil menunjuk ukiran angka yang terpatri di patung penjaga kelenteng.

Meski telah berusia lebih dari 120 tahun, kondisi bangunan masih sangat terawat. Ukiran-ukiran khas Tionghoa di setiap sudut bangunan tetap terjaga keasliannya.

Di bagian dalam, patung dewa-dewi tertata rapi. Lilin merah menyala, menciptakan suasana sakral dan khidmat. Dinding kanan dan kiri kelenteng dihiasi lukisan naga dan burung phoenix, sementara bagian luar bangunan menampilkan lukisan legendaris "The Eight Immortals", tokoh mitologi yang begitu terkenal dalam budaya Tionghoa.

Yang menarik, hampir seluruh elemen kelenteng in dari kusen kayu, altar persembahan, hingga ornamen interior masih asli seperti saat pertama kali dibangun.

Tak heran jika kelenteng ini tetap menjadi pusat kegiatan keagamaan warga Tionghoa di Kabupaten Siak, terutama saat Tahun Baru Imlek dan Cap Go Meh. Pada saat-saat itu, suasana di sekitar kelenteng menjadi sangat meriah dan penuh sesak oleh umat yang bersembahyang.

Di sekeliling kelenteng juga terdapat kawasan Pecinan yang dikenal warga sebagai "Bangunan Merah Siak", dengan dominasi warna merah yang mencolok dan menjadi ikon lokal. Kawasan ini semakin mengukuhkan keberadaan akulturasi budaya yang tumbuh subur di jantung Kota Siak.

Kelenteng Hock Siu Kong bukan hanya bangunan ibadah, tetapi juga simbol harmoni, warisan sejarah, dan potret nyata toleransi antarbudaya yang telah berlangsung lebih dari satu abad. Di tengah dinamika zaman, tempat ini berdiri sebagai pengingat bahwa keberagaman adalah kekuatan yang patut dirawat bersama.(AF)

 

TERKAIT