Pajak; Bukti Nyata Nasionalisme Pada Negeri Tercinta
.jpeg)
Sari begitu serius menatap layar laptopnya. Sesekali kepalanya manggut-manggut, dan kerutan di keningnya terlihat. Seolah dia tengah mengingat kembali panduan cara pengisian aplikasi kortex yang pernah diajarkan kawannya.
Disimak kembali panduan cara membayar pajak lewat aplikasi cortex dengan seksama. Senyumnya tiba-tiba sumringah, saat jemarinya yang lentik menekan tuts-tuts keyboard komputer, dan memasukkan angka-angka yang diinginkan. Dia ingin membayar Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi jual beli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang akan disetorkan ke kas negara oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
"Sekarang bayar pajak pakai online lebih simple, apalagi pakai aplikasi kortex asal kita pahami saja cara-caranya," kata perempuan yang tinggal di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, pada penulis beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, katanya, jika harus membayar pajak atau mengurus apapun yang berkaitan dengan pajak termsuk Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dirinya harus pergi ke Kantor Pratama Pajak yang ada di Kabupaten Pelalawan. Kantor Pajak Pratama yang berada di Kabupaten Pelalawan itu memang membawahi Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak.
“Makan waktu, jadi malas untuk bayar yang berkaitan dengan pajak,” katanya. “Tapi saat ini, pembayaran pajak lebih simple dan mudah karena segala sesuatunya sudah pakai aplikasi yang bisa kita download, jadi gak perlu jauh-jauh lagi harus ke Kabupaten Pelalawan yang harus ditempuh satu jam perjalanan,” ujarnya.
Memang, siapa sih orangnya yang mau penghasilannya dipotong pajak? Pada umumnya, setiap orang dan lembaga atau perusahaan apapun, sebisa mungkin, bisa menghindari kewajiban pajak yang harus mereka tanggung. Apalagi selama ini, pembayar pajak tak pernah merasakan langsung manfaat dari apa yang harus dibayarnya yang dipotong dari penghasilan mereka.
Karena itu, berbagai cara pun akan dilakukan oleh tiap orang atau perusahaan agar bisa mengelak dari pajak. Padahal tak ada tempat di dunia ini yang bebas dari pajak, kecuali kita tinggal di daerah terpencil dan tidak berhubungan dengan dunia luar sama sekali.
Kita Tentu masih ingat bagaimana grup Asian Agri berhasil mengemplang pajak dan harus membayar Rp 2,5 triliun dari pajak yang selama ini tak dibayarkannya ke negara. Itu hanyalah salah satu contoh kasus saja yang bikin heboh terkait pajak. Artinya, setiap orang atau perusahaan memang berusaha mati-matian menghindari pajak.
Tak salah, jika salah satu pendiri Amerika, Benjamin Franklin, pernah mengatakan bahwa ada dua hal yang tak bisa dihindarkan dalam hidup manusia yaitu pajak dan kematian. Ia sama-sama dihindari meski tak bisa dielakkan! Jadi suatu hal yang wajar jika orang tidak suka membayar pajak, karena pajak akan mengurangi jumlah uang yang sudah di dompet yang sekiranya bisa dipakai untuk keperluan pribadi.
Namun sama halnya seperti kematian yang tak bisa dihindari, begitu juga dengan pajak. Ia juga sama-sama tak bisa dihindari meski setiap orang atau perusahaan berusaha sebisa mungkin lari dari kenyataan ini. Karena itu, pola pikir kita lah yang harus dirubah. Kita tidak lagi berpikir bagaimana cara menghindari pajak, tetapi bagaimana agar pajak yang kita bayar dapat bermanfaat bagi kehidupan bersama.
Dalam konteks ini, pengertian pajak adalah iuran kepada Negara yang terhitung oleh wajib membayarnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dan tidak dapat mendapat prestasi (balas jasa) kembali secara langsung. Namun ia memiliki peranan penting dalam menyumbangkan penerimaaan negara. Sebagai sumber pembiayaan negara dan pembangunan nasional, pajak menyumbang hampir 80% dari total penerimaan Indonesia.
Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak (DJP), berdasarkan pasal 35A UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) berhak meminta informasi perpajakan mengenai penghasilan dan kekayaan wajib pajak, baik orang pribadi maupun perusahaan, pada instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain sebagai pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan bahkan pihak yang tidak menyediakan data tersebut dapat dikenakan sanksi pidana menurut pasal 41C UU KUP.
Pajak; Wujud Nasionalisme Pada Bangsa
Namun sayangnya, sampai Republik ini berusia 80 tahun, kesadaran masyarakat dan perusahaan dalam hal membayar pajak masih belum mencapai tingkat yang diharapkan. Padahal saat ini, kecanggihan era tehnologi digital yang tembus sampai lapisan bawah sudah tak ada lagi batasan kesulitan dalam hal membayar pajak.
Persis seperti pengakuan obyek pajak, Sari, yang karena kemudahan tehnologi digital membuat pembayaran pajak kini sudah bisa di rumah saja. Artinya, sudah tak ada alasan bagi indivdu atau lembaga untuk tidak membayar pajak pada negara.
Jika pajak dapat dipungut secara maksimal sesuai dengan potensinya maka otomatis negara akan lebih leluasa dalam membelanjakannya, baik berupa fasilitas maupun layanan masyarakat dengan lebih baik. Misalnya pendidikan gratis atau program-program lain yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat.
Tak hanya itu, pemerintah juga menjadi lebih leluasa dalam meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Pendidikan menjadi lebih maju, lapangan kerja bertambah, pendapat masyarakat meningkat, sehingga pada akhirnya seluruh masyarakat merasakan kesejahteraan lahir dan batin.
Direktorat Jendral Pajak (DJP) tiap tahun terus berbenah dalam hal pembayaran pajak bagi warga Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak terus melakukan transformasi digital guna meningkatkan kualitas layanan dan meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak. Bentuk reformasi perpajakan tersebut berupa modernisasi teknologi informasi perpajakan.
DJP juga melalui Pemerintah harus merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Artinya, obyek pajak tidak hanya diberlakukan pada rakyat saja tapi juga pada pejabat pemerintah.
Sehingga dengan begitu, pajak benar-benar dirasakan oleh masyarakat menjadi suatu bagian dalam hidup mereka yang tak terpisahkan. Harus dipahami oleh masyarakat atau pun bagi para pemilik perusahaan, bahwa dalam kewajiban membayar pajak, ada nasionalisme yang terkandung di dalamnya.
Saat ini, kita tak perlu mengangkat bambu runcing atau mengokang senjata hanya untuk mengusir penjajah agar enyah dari bumi pertiwi. Kita tak membutuhkan lagi pengorbanan dalam bentuk darah melawan penjajah seperti para pejuang kemerdekaan dahulu. Yang dibutuhkan saat ini adalah mengisi pembangunan dengan kepatuhan membayar pajak.
Proses perjalanan suatu bangsa, tiap zamannya, memang selalu menyediakan ruang kosong untuk sebuah cita-cita. Kalau dahulu para pejuang kemerdekaan mengisi ruang kosong itu dengan darah dan airmata hanya untuk meraih kemerdekaan, tapi kita saat ini hanya perlu mengisi ruang kosong itu dengan membayar pajak. Karena dalam pajak, terkandung bukti nyata nasionalisme dalam proses pembangunan negara ini. Semoga!
Tulis Komentar